Translate

CLICK at HOME…If it said this blog does not exist.

Tuesday 31 December 2013

"ILMU" pada pandangan alGhazali


Tak ada nilainya usaha seorang pencari ilmu, jikalau ilmu yang dipelajari dan diamalkannya tidak mampu membuka hijab antara dirinya dengan Allah Azza Wa Jalla.

Berdasarkan sumber atau cara mendapatkannya, maka ilmu dalam kitab Ar-Risalatul Laduniyyah karya Imam Al-Ghazali, terbagi dalam dua pengertian, iaitu: Al-Ulum Al Maktasabah dan Al-Ulum Al Ghaibi Laduni.

Pada pengertian pertama, ilmu diperoleh dengan cara membaca, menulis, serta melakukan pengkajian terhadap suatu hal. 

Pada pengertian kedua, ilmu diperoleh atas kehendak Allah Azza Wa Jalla, yang berkenan menyimpan suatu ilmu atau pengetahuan dalam hati setiap manusia yang dikehendaki-Nya.

Darjat ketinggian ilmu dalam pengertian Al-Ulum Al Maktasabah tergantung pada sekuat apa usaha lahiriah seorang pencari ilmu dalam membaca, menulis dan mengkaji berbagai fenomena dalam kehidupan. Mengenai perkara ikhtiar mencari ilmu,

Rasulullah SAW bersabda bahwasanya:.Menuntut ilmu adalah fardlu bagi setiap muslim. Dalam hadits lainnya yang termasyhur, beliau telah menganjurkan untuk menuntut ilmu :"walaupun harus sampai ke negeri Cina"

Parameter ketinggian ilmu dari konsep Al-Ulum Al Ghaibi Laduni, ditentukan oleh optima usaha lahiriah dalam pengertian sebelumnya, serta seberapa kuat seseorang mengamalkan ilmu dan pengetahuan yang ia miliki.

Dengan pengamalan ilmu, maka seorang manusia tidak akan mengalami kesenjangan antara apa yang diketahuinya dengan apa yang telah dilakukannya. Diharapkan, melalui proses tersebut seorang manusia mendapatkan hakikat dan hikmah yang insya Allah tak ternilai harganya.

Buah dari Al-Ulum Al Maktasabah adalah pengetahuan mengenai kebenaran dan kebathilan, sehingga seorang alim dapat membedakan mana sesuatu yang haq dan mana sesuatu yang batil. Kebiasaan seorang alim mengamalkan pengetahuannya yang haq, akan membawa dirinya ke arah pencerahan dan pembebasan dari segala hal yang bersifat mudarat dan mengandung kemaksiatan.

Semakin kerap seorang alim mengamalkan pengetahuannya yang haq, semakin banyak ia memperoleh hikmah dari pengetahuannya.

Melalui mutiara-mutiara hikmah itulah, Allah Azza Wa Jalla mengkurniakan ilmu laduniyyah, sehingga seorang alim itu mampu menyingkapkan rahsia keutamaan yang terkandung dalam pengamalan ibadah-ibadah syariat.

Peristiwa mukasyafah, iaitu tersingkapnya hakikat dari amalan-amalan syariat, orang alim itu menerima anugerah pada makam IHSAN.

Dalam haditsnya, Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa makam ihsan itu adalah "kamu beribadah kepada Allah, seakan-akan kamu dapat melihatnya. Dan jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya kamu dapat merasakan bahwasanya Allah melihatmu"

Dua pengertian dari kitab yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali tersebut, tidak bermaksud untuk menilai pengertian mana yang paling tinggi diantara dua klasifikasi tersebut. Dengan dua pengertian tersebut, seorang alim diharapkan mampu mengenali tahap-tahap apa yang harus ditempuh dalam menjalani proses keilmuan.

Jika pengertian pertama berfokus pada proses dan prosedur, maka Pengertian kedua bertolak pada hasil aktivitas keilmuan. Keduanya berhubungan secara selari, sebab kelemahan bermaktasabah merintangi jalan kita ke pengetahuan sejati laduniyyah.

"Ilmu" sendiri pada hakikatnya adalah perlengkapan (alat) menuju Allah SWT. Apapun usaha yang kita lakukan namun tidak diniatkan untuk semakin mengenal kekuasaan-Nya, sesungguhnya akan berakhir pada kesia-siaan. 

Begitupun dengan ilmu. Tak ada nilainya usaha seorang pencari ilmu, jikalau ilmu yang dipelajari dan diamalkannya tidak mampu membuka hijab antara dirinya dengan Allah Azza Wa Jalla.

KITAB AL RISALATUL LADUNIYYAH

TEORI ILMU TASAWWUF (IMAM AL GHAZALI) Ilmu Terus Dari Allah (Laduni).

Pembicaraan tentang teori ilmu, konsep ilmu dan posisi ilmu tasauf serta pendekatan kajian yang telah diutarakan oleh Hujjatul Islam Imam Ghazali.

Tulisan ini hanya serkadar menulis kembali huraian dari Kitab "Al-RISAALATULIDUNIYAH" yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu (tulisan jawi) oleh Abdullah bin Muhammad (Naqula) dan diberikan judulnya sebagai "ILMU TERUS DARI ALLAH".

Pengertian Ilmu yang digunakan oleh Hujjatul Islam Imam Ghazali dalam sebuah kitabnya yang bernama Al-Risalatul-liduniyyah adalah seperti berikut:

AL-ULUM AL-MAKTASABAH yang berarti ilmu-ilmu yang diperoleh dengan mencurahkan usaha seperti belajar dan meneliti. Dengan kata lainnya adalah ilmu-ilmu yang diperoleh dengan senang (Al-Ulum Al-Dhoruriyah) maksudnya ilmu-ilmu yang diperoleh dengan mudah hanya melalui salah satu dari anggota-anggota indera seperti rasa manis melalui lidah, mendengar suara melalui telinga dan lain-lainnya . 

Ilmu GHAIBI laduni atau lebih mudahnya disebut sebagai ilmu laduni yang berarti secara hurfinya 'ILMU KESISIAN' iaitu ilmu disisi Tuhan. Sama dengan ILMU ALLAH atau ILMU TUHAN. 

Beberapa ahli ilmuan Islam memberikan atau menggunakan berbagai istilah lain yang sama artinya dengan ilmu laduni ini dalam usaha mereka untuk mengajukan pendekatan ilmu masing-masing. Antaranya adalah sebagai berikut:

Ilmu Batin 

Ilmu Qalbi 

Ilmu Mukasafah 

Ilmu Asyrar 

Ilmu Maknun 

Ilmu Hakikat 

Ilmu Makrifat 

Ilmu Tasauf 

Telah berlaku sebelum ini, banyak ulama-ulama atau ilmuwan zahir terkelincir karena mereka membantah dan menafikan kewujudan ilmu laduni ini. Kita lihat bagaimana satu catatan hal tersebut yang dikemukakan oleh Imam Ghazali yang mengatakan: "Seorang dari teman-kawanku telah menceritakan kepadaku tentang seorang alim yang mengingkari ILMU GHAIBI laduni yang menjadi pegangan para pemimpin tasauf dan fokus anggota tarikat yang berpendapat bahwa ilmu laduni adalah lebih teguh dan lebih tepat dari ilmu-ilmu yang diperoleh dengan usaha belajar.

Kawanku juga mengatakan bahwa orang alim itu berkata bahwa "aku fikir tidak ada seorang pun dalam dunia ini yang mampu menyebutkan ilmu yang sebenarnya dengan fikiran semata tanpa belajar dan tanpa usaha-usaha untuk mendapatkannya".

Aku (Ghazali) berkata seolah-olah orang itu tidak tahu tentang cara-cara untuk mendapatkan ilmu dan tidak tahu pula kerja 'JIWA INSANI', KEMURNIAANNYA DAN CARA-CARA PENERIMAAN DARI ALAM GHAIB DAN ILMU alam malakut. ".

Sesungguhnya mereka yang hanya menganggap ilmu kalam seperti fikih, tafsir dan sebagainya sebagai satu-satunya ilmu yang boleh diperoleh oleh manusia adalah merupakan mereka yang telah menyimpang dari metode hakikat karena Al-Salmi (Abdul Rahman Muhammad bin Al-Husain bin Musa Al-Azdi Al -Salmi seorang ahli tasawuf, ahli sejarah, ahli hadis dan hadis tafsir yang telah menulis sebuah kitab tafsir yang bernama 'Aqa'ik Al-Tafsir / Wafat tahun 1021 = 412 Hijrah) telah mengumpulkan sesuatu dalam tafsirnya yang diambil dari kata-kata orang- orang muhaqiqin, sedangkan kata-kata itu tidak tersebut dalam semua kitab tafsir yang ada. Kata alGhazali lagi.

Ahli tafsir tepi jalan ini seolah-olah tidak tahu:

Bahagian-bahagian ilmu

Rincian-rinciannya

Tingkat-tingkatnya

Pernyataan-pernyataan dan

Batin Batiniah

Memang sudah menjadi adat bahwa orang-orang yang jahil dalam sesuatu akan mengingkari sesuatu itu dan orang tersebut tidak pernah merasakan MINUMAN HAKIKAT dan tidak mengetahui tentang Ilmu Laduni. Definisi Ilmu Dan Kegunaannya

Ketahuilah bahwa ILMU (Pengetahuan) adalah konsep (tasawwur) jiwa berakal yang tenang (Al-Nafsunathakhatul Mutmainnah) terhadap hakikat-hakikat sesuatu (hakho-ikul-asyaai) dan ternyata (suuraha) yang bersih dari benda-benda dengan 'ainnya ( a'yaanaha), kualitinya (kaifayaataha), kuantiti (kamayaataha), jauhar-jauharnya (jawaaharoha), dan zat-zatnya (zawaataha), kalau ia adalah tunggal (mufrad).A'LIM adalah orang yang mengetahui adalah orang yang meliputi, mencapai, lagi memiliki konsep; sedangkan "ma'lum" (apa yang diketahui) adalah zat sesuatu yang terukir ilmunya pada jiwa.

Kemuliaan ilmu itu menurut ukuran kemuliaan informasi dan makam seseorang alim itu adalah menurut tingkatan ilmunya. Tidak ragu-ragu lagu bahwa di antara informasi yang paling utama, paling tinggi, paling mulia dan paling besar adalah "Allah Pencipta", Al-Haq yang tunggal, ilmu yang berhubungan dengannya.

Ilmu tauhid adalah ilmu yang paling utama, paling besar dan paling sempurna. Ilmu ini adalah sesuatu kepastian. WAJIB mengetahuinya pada sekalian yang berakal sebagaimana sabda Rasulullah SAW. yang berarti :"Menuntut ilmu adalah fardhu atas setiap orang Islam".

Dan beliau Rasulullah saw menyuruh menemukan ilmu ini dengan sabdanya yang artinya "Carilah ilmu meskipun hingga ke Negeri China". Orang-orang yang memiliki ilmu Tauhid ini adalah yang paling utama di antara ulama-ulama lain.

Sebab inilah Allah Taala menyebut mereka ini secara khusus pada tingkatan yang tertinggi sebagaimana firmannya yang artinya:"Allah telah terangkan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia yang berdiri dengan keadilan dan disaksikan oleh malaikat dan orang berilmu." (Surah Al-Imran, ayat 18).

Kerana itu ulama-ulama ilmu tauhid umumnya adalah Nabi-nabi, setelah mereka barulah ulama-ulamayang menjadi ahli waris Nabi-nabi. Ilmu Tauhid ini meskipun mulia dan sempurna pada dirinya, ia tidak menolak lain-lain ilmu, malah ia tidak akan ada tanpa bahan-bahan yang banyak dan bahan-bahan ini tidak kan teratur jika tidak dari bantuan berbagai ilmu seperti ilmu-ilmu langit dan falak (astronomi dan kosmologi) dan ilmu seluruh ciptaan.

Dari Ilmu Tauhid lahir pula ilmu-ilmu lain seperti yang akan kami sebutkan bahagian-bahagiannya pada tempat-tempatnya. Ketahuilah bahwa ilmu itu sendiri adalah mulia tanpa memandang aspek maklum, sampai ilmu sihir adalah mulia pada dirinya meskipun palsu.

Ini adalah karena ilmu lawanya bodoh dan jahil dari kelaziman-kelaziman kegelapan. Kegelapan termasuk dalam lingkungan diam dan diam itu hampir dengan tidak ada. Kepalsuan dan kesesatan termasuk dalam bagian ini. Jadi kejahilan itu hukumnya adalah hukum tidak ada, sedangkan ilmu hukumnya adalah hukum ada dan ada itu lebih baik daripada tidak ada.

Hidayah kebenaran dan cahaya semuanya termasuk dalam lingkungan ada. Bila ada lebih tinggi dari tidak ada maka tentulah ilmu lebih tinggi dari kebodohan, kerana kebodohan serupa dengan kebutaan dan kegelapan, sedangkan ilmu serupa dengan penglihatan dan cahaya.

Tidaklah sama orang buta dengan orang yang MELIHAT, juga tidaklah sama gelap dengan cahaya. Allah Taala telah menjelaskan tentang ini dengan firmannya yang berarti; "Katakankanlah (hai Muhammad) apakah sama mereka yang tahu dan mereka yang tidak tahu?". (Surat Az-Zumar ayat 9).

Berdasarkan perbandingan di atas dapatlah pula dikatakan bahwa KEJAHILAN adalah dari kelaziman-kelaziman massa, sedangkan ILMU adalah dari sifat-sifat JIWA.

Jadi JIWA LEBIH MULIA dari massa. Ilmu terbagi menjadi beberapa bahagian yang banyak, sedangkan seorang alim memiliki berbagai cara untuk mendapatkan ilmu itu. Yang perlu untuk Anda sekarang setelah mengetahui keutamaan ilmu adalah mengetahui bahwa JIWA adalah LUH SEGALA ILMU DAN TEMPATNYA.

Massa bukanlah sesuai untuk menjadi tempat ilmu karena massa adalah terbatas dan tidak dapat dimuati oleh banyak ilmu, malah ia hanya dapat menanggung ukiran-ukiran dan gurisan-gurisan saja, sedangkan JIWA MENERIMA ILMU TANPA SEMPIT, SESAK, JEMU DAN HILANG.

Monday 30 December 2013

NUR MUHAMMAD..Menjawab TOHMAHAN Yayasan Taalim DUA..

Kamu MENGUTUK..Kitab KUNING..Kasyful Ghoibiyah...bab pertama..pasal NUR MUHAMMAD...Kamu tak HURAIkan..apa itu ..pokok SAJAROTUL MUTTAQIN...apakah itu Burung MERAK...apakah itu CERMIN KEMILAUAN...maka ...kamu katakan..itu Kitab SESAT...Apakah maksud PELUH...6 titik itu...Sila klik link di bawah ini...

Kamu carilah..GURU yang boleh mengHURAIkannya..lebih dahulu..sebelum...kamu pandai pandai ...mengatakan kitab itu SESAT..USAHA mencari GURU pun...kamu tak buat...nak perlekeh USAHA...alim ulamak dulu dulu...MENULIS KITAB..yang dah dibaca...ramai orang selama ini...tak kan yang baca dan dengar..itu SEMUAnya BODOH dan SESAT...belaka...Sila klik...LINK di bawah ini...





NUR MUHAMMAD ..ASAS DARI AL-QURAN DAN HADITH



Ihsan Dari Muhammad Nasir [alkausar1@hotmail.com] 

(Penghargaan kepada Sheikh Nuh Ha Mim Keller dan Prof. Dr. Abdul Hadi Palazzi terhadap sumbangan mereka dalam artikel ini.)

1. ASAS DARI AL-QURAN

1.1 Rasulullah s.a.w ialah cahaya dari Allah s.w.t., adalah sesuatu yang seseorang yang beriman boleh perkatakan kerana Al-Quran menjelaskannya pada ayat:"Sesungguhnya telah datang kepada kamu Nur dari Allah, dan Kitab yang nyata" (Qur’an 5:15).

Dimana, perkataan Nur pada ayat di atas telah dijelaskan pada beberapa ahli tafsir Al-Quran seperti berikut:
Jalal al-Din al-Suyuti (Tafsir al-Jalalayn, 139):

"Ia adalah Rasullullah s.a.w" 

Ibn Jarir al-Tabari(Jami‘ al-bayan, 6.161):

" Dengan cahaya, Dia memaksudkan Rasullullah s.a.w, melaluinya Allah s.w.t telah menyinari kebenaran, menampakkan Islam, dan memansuhkan penyembahan berhala; memandangkan baginda adalah suatu cahaya bagi sesiapa yang mencari penjelasan daripada baginda, akan nampak jelas kebenaran tersebut." 

Fakhr al-Razi(al-Tafsir al-kabir, 11:194):

"Terdapat beberapa pendirian berkenaan ayat ini, yang pertama ialah Nur ialah Muhammad, dan kitab yang nyata itu adalah Al-Quran" 

al-Baghawi (Ma‘alam al-Tanzil, 2.228):

" Ia bermaksud Muhammad s.a.w, atau, mengikut pendirian yang lebih lemah, Islam " 

dan Qurtubi (Ahkam al-Qur’an , 6.118) berpendapat seperti di atas 
dan Mawardi (al-Nukat wa al-‘uyun, 2.22) menyebut bahawa tafsiran Nur sebagai "Muhammad"

bagitu juga pendirian Imam bahasa Arab Ibrahim ibn Muhammad, al-Zajjaj (m. 311H). 

Qadi `Iyad berkata: " Dia (Muhammad s.a.w) dinamakan cahaya kerana ketelusan kedudukan baginda dan kerana kenabiannya telah didzahirkan, dan juga kerana baginda telah menerangi hati-hati mereka yang beriman dan yang mereka yang mengetahui Allah s.w.t. dengan apa yang baginda bawa."

al-Qari berkata dalam Sharh al-shifa' (1:505, edisi Mecca): " Ia telah dikatakan bahawa Cahaya dan Kitab adalah kedua-duanya dimaksudkan kepada Muhammad s.a.w kerana baginda bukan saja suatu cahaya yang amat sangat dan juga adalah sumber semua cahaya, malah baginda juga adalah sebuah kitab yang mengumpulkan dan yang menjelaskan semua rahsia. 

Beliau juga mengatakan (1:114, edisi Madina): "Dan apakah sangkalan yand ada untuk menolak kedua-dua perkara terhadap baginda, memandangkan baginda adalah suatu cahaya yang amat sangat, berdasarkan kesempurnaan rupa baginda berbanding semua cahaya yang lain, dan beginda adalah satu kitab yang dzahir memandangkan baginda adalah kumpulan rahsia-rahsia secara keseluruhannya dan baginda mendapat bukti semua undang-undang, semua keadaan dan semua pilihan."

Semua menunjukkan bahawa Rasullullah s.a.w. adalah cahaya dari Allah, mengikut Al-Quran. Ini adalah pendirian para ahli tafsir yang awal khasnya, sementara yang menunjukkan bahawa Nur sebagai "Islam" ialah satu tafsiran yang datang kemudian ataupun yang lemah.

1.2 Penjelasan terhadap Rasullullah s.a.w sebagai yang pertama dijadikan, antara ulama Islam yang mengumpul usaha berkenaan keperibadian baginda ialah ulama' hadith (hafiz hadith) Jalal al-Din al-Suyuti dalam dua jilid al-Khasa’is al-kubra, pada bab pertama , hadith pertama beliau telah dilaporkan oleh Ibn Abi Hatim dalam Tafsir [tafsir Al-Quran] , dan oleh Abu Nu‘aym dalam Dala’il al-nabuwwa , dengan beberapa rantaian perawian daripada Qatada yang melaporkannya daripada Hasan al-Basri, daripada Abu Huraira r.a, berhubung dengan ayat Al-Quran

"Ketika Kami mengambil dari Nabi-nabi : perjanjian setia mereka, dan dari engkau sendiri (wahai Muhammad), dan dari Nabi Nuh, dan Nabi Ibrahim, dan Nabi Musa, serta. Nabi Isa ibni Maryam; dan Kami telah mengambil dari mereka: perjanjian setia yang teguh ;" (Surah 33:7)Bahawa Rasullullah s.a.w. berkata, "Aku adalah yang pertama dijadikan dan yang terakhir diutuskan." (al-Khasa’is al-kubra, ms. 3).

Perbezaan temporal(masa) adalah relatif dan ini adalah jelas jika dilihat pada hadith berikut:

Sahih Bukhari : Jld. 4, Bk. 55, # 621:

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a: Rasullullah s.a.w berkata, "Adam dan Musa bertelagah diantara satu dengan yang lain. " Engkau adalah Adam yang atas kesilapanmu mengeluarkan kamu dari Syurga." Adam berkata kepada nya, "Engkau adalah Musa yang Allah telah pilih sebagai PesuruhNya dan seorang yang Dia berfirman terus; akan tetapi engkau menyalahi aku bagi perkara yang telah tertulis di dalam ketetapan terhadapku sebelum kejadian ku?" Rasullullah s.a.w berkata dua kali, " Maka, Adam menguasai Musa."

1.3 Penjelasan bagi Ayat 26:217-219"Wa tawakkal `ala al-`azizi-r-rahim al-ladhi yaraka hina taqum wa taqallubaka fi-s-sajidin" 
(al-Shu`araa 26:217-219)

"Dan berserahlah kepada Allah Yang Maha Kuasa, lagi Maha Mengasihani, Yang melihatmu semasa engkau berdiri, Dan gerak-gerimu di antara orang-orang yang sujud. "

Terjemaham secara dzahir ayat ini ialah Tuhan melihat Rasullullah s.a.w berada dalam beberapa pergerakan sembahyang semasa baginda sembahyang berjemaah;Ibn `Abbas ibn `Abd al-Muttalib r.a. dan beberapa jumlah ulasan selepas beliau melihat ayat ini sebagai merujuk kepada Rasulullah s.a.w 'turun' menerusi keturunan baginda yang semua mereka tekun beribadat dan dari kalangan para ambia'.(lihat Qadi `Iyad di bawah)

1.4 Firman Allah s.w.t:

Allah yang menerangi langit dan bumi. Bandingan nur hidayah petunjuk Allah adalah sebagai sebuah "misykaat" yang berisi sebuah lampu; lampu itu dalam geluk kaca (qandil), geluk kaca itu pula (jernih terang) laksana bintang yang bersinar cemerlang; lampu itu dinyalakan dengan minyak dari pokok yang banyak manfaatnya, (iaitu) pokok zaitun yang bukan sahaja disinari matahari semasa naiknya dan bukan sahaja semasa turunnya (tetapi ia sentiasa terdedah kepada matahari); 

Hampir-hampir minyaknya itu - dengan sendirinya - memancarkan cahaya bersinar (kerana jernihnya) walaupun ia tidak disentuh api; cahaya berlapis cahaya. Allah memimpin sesiapa yang dikehendakiNya kepada nur hidayahNya itu; dan Allah mengemukakan berbagai-bagai misal perbandingan untuk umat manusia; dan Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu.(Surah 24:35)

Suyuti berkata dalam al-Riyad al-aniqa: Ibn Jubayr dan Ka`b al-Ahbar berkata: "Apa yang dimaksudkan bagi cahaya yang kedua itu ialah Rasullullah s.a.w kerana baginda adalah PesuruhNya dan Pendedah dan Penyampai dari Allah s.w.t terhadap apa yang menerangi dan terdzahir." Ka`b berkata: " Minyaknya bersinar akan berkilauan kerana Rasullullah s.a.w bersinar akan diketahui kepada orang ramai walaupun jika baginda tidak mengakui bahawa baginda adalah seorang nabi, sama seperti minyak itu bersinar berkilauan walaupun tanpa dinyalakan.

Tafsir untuk ayat ini daripada kitab-kitab tafsir seperti Ibn Juzayy (at-Tashil fi 'ulum al-Qur'an); Jalalayn (Tafsir al-Jalalayn ); As-Sawi: (Hashiya); Ibn Kathir (Mukhtasar Tafsir Ibn Kathir); Al-Qurtubi (Jam' li-Ahkam al-Qur'an ); dan Al-Burusawi (Tafsir Ruh al-Bayan) akan dibentangkan pada suatu penulisan yang lain, inshaAllah.

1.5 Firman Allah s.w.t:

Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, dan pembawa berita gembira serta pemberi amaran. Dan juga sebagai penyeru kepada ugama Allah dengan taufiq yang diberiNya; dan sebagai lampu yang menerangi.(Surah 33:45-46)

Qadi al-Baydawi berkata dalam tafsir beliau: "Ia adalah matahari kerana firmanNya: Dan Kami jadikan matahari sebagai lampu; atau, ia mungkin bermaksud lampu."

Ibn Kathir menyatakan dalam tafsir beliau: "FirmanNya: dan sebagai lampu yang menerangi., ia itu: kedudukan kamu nampak dalam kebenaran yang kamu telah bawa, sama seperti matahari itu menampakkan dalam terbitnya dan sinarannya, yang tidak siapa menolak melainkan ......"

Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradat (1:147) berkata: " Perkataan (lampu) digunakan untuk semua yang menyinari."

al-Zarqani dalam Sharh al-mawahib (3:171) berkata: "Baginda dinamakan lampu kerana daripada satu lampu mengambilnya banyak lampu, dan cahayanya tidak berkurangan langsung."

2. ASAS DARI HADITH

Rasulullah s.a.w menjelaskan bahawa 'Nur'nya 'turun' menerusi keturunan beliau dalam 3 hadith berikut:

Aku telah diutuskan dalam keadaan yang terbaik pada semua keturunan anak Adam, sejak kejadian mereka.

Sahih Bukhari, Jild 4, Buku 56, No. 757

Aku telah dimasukkan ke dalam tanah pada Adam dan adalah yang dijanjikan kepada ayahanda ku Ibrahim dan khabaran gembira kepada Isa ibn Maryam 


beberapa rantai dalam Ahmad 4:127-128, 
Bayhaqi dalam Shu'ab #1385 dan, 
dalam Dala'il al-nubuwwa 1:83, 2:130 
dan Hakim.

Bila Tuhan menjadikan Adam, Dia menurunkan aku dalam dirinya(Adam). Dia meletakkan aku dalam Nuh semasa di dalam bahtera dan mencampakkan aku ke dalam api dalam diri Ibrahim. Kemudian meletakkan aku dalam diri yang mulia-mulia dan memasukkan aku ke dalam rahim yang suci sehingga Dia mengeluarkan aku dari kedua ibu-bapa ku. Tiada pun dari mereka yang terkeluar.

Ibn Abi `Umar al-`Adani meriwayatkan dalam 'Musnad' dan, 
al-Tilimsani

Jabir ibn `Abd Allah berkata kepada Rasullullah s.a.w: "Wahai Rasullullah, biarkan kedua ibubapa ku dikorban untuk me, khabarkan perkara yang pertama Allah jadikan sebelum semua benda." Baginda berkata: "Wahai Jabir, perkara yang pertama yang Allah jadikan ialah cahaya Rasulmu daripada cahayaNya, dan cahaya itu tetap seperti itu di dalam KekuasaanNya selama KehendakNya, dan tiada apa, pada masa itu, dan ........."

`Abd al-Hayy al-Lucknawi menyebutnya dalam al-Athar al-marfu`a fi al-akhbar al-mawdu`a (ms. 33-34 , edisi Lahore dan berkata: "Keawalan (awwaliyya) cahaya Muhammadan (al-nur al-muhammadi) telah perkukuhkan melalui perawian `Abd al-Razzaq, sebagai tetap mendahului semua kejadian."

`Ajluni (Isma`il ibn Muhammad) dalam Kashf al-khafa' (1:265 Maktabat al-Ghazali edisi Beirut) meriwayatkan keseluruhan hadith ini daripada Qastallani iaitu penulisan beliau Mawahib .

Mengikut Qastallani dalam al-Mawahib al-laduniyya (1:55) `Abd al-Razzaq (d. 211) meriwayatkannya dalam Musannafnya dan Zarqanidalam Sharh al-mawahib beliau (1:56 Matba`a al-`amira edisi Cairo) menjelaskan tiada kesangsian berhubung dengan kewibawaan `Abd al-Razzaq sebagai perawi. Bukhari mengambil 120 perawian daripada beliau dan Muslim 400.

`Abd al-Haqq al-Dihlawi menyebut hadith di atas sebagai bukti dalam Madarij al-nubuwwa (dalam bahasa Parsi 2:2 Maktaba al-nuriyya edisi Sakhore) dan mengatakan ia sahih.

`Abidin (Ahmad al-Shami), menyebut hadith berkenaan sebagai komentari terhadap puisi Ibn Hajar al-Haytami al-Ni`mat al-kubra `ala al-`alamin.

Nabahani menyebut dalam Jawahir al-bihar (3:354).

Alusi (al-Sayyid Mahmud) dalam tafsir Al-Qur'an bertajuk Ruh al-ma`ani (17:105 edisi Beirut ) juga menyentuh berkenaan hadith ini yang dikaitkan dengan hadith yang lain, jiga lihat al-Qasim #261.)

Sayuti mencatitkan sembilan hadith yang lain yang menunjukkan bahawa Rasullullah s.a.w adalah yang pertama dijadikan , antara nya dilaporkan oleh Bukhari dalam Tarikh , dan juga oleh Ahmad, Tabarani, Hakim, dan Bayhaqi, bahawa Maysara al-Fajr r.a. berkata, " Aku bertanya, " Ya Rasullullah, bilakah engkau seorang nabi?, dan baginda berkata, "Sementara Adam diantara roh dan jasad."(al-Khasa’is al-kubra, ms. 3-4).

Ali ibn al-Husayn daripada bapanya daripada datuknya berkata bahawa Rasullullah s.a.w berkata: "Aku adalah cahaya dihadapat Tuhanku selama empatbelas ribu tahun sebelum Dia menjadikan Adam a.s.

Imam Ahmad dalam Fada'il al-sahaba (2:663 #1130), 
Dhahabi dalam Mizan al-i`tidal (1:235), dan 
al-Tabari dalam al-Riyad al-nadira (2:164, 3:154).

Sebalik itu pula terdapat satu hadith dalam Tirmidhi yang menyatakan bahawa kesemua para nabi dijadikan daripada Nur dari Allah dan Muhammad s.a.w adalah yang pertama daripada mereka, dengan rantaian yang munasabah, tetapi tidak pula disebut oleh Suyuti. 

Ini adalah agak menghairankan yang Sayuti boleh tertinggal hadith yang berkenaan memandangkan bahawa beliau adalah seorang hafiz dalam hadith dan kitab beliau al-Khasa’is al-kubra mengkhusus kepada hadith yang sedemikian rupa. Pun bagitu memadailah ulasan di atas dan Al-Quran berkenaan Rasullullah s.a.w adalah cahaya dari Allah.

3. ASAS DARI SAHABAT r.a., TABI'EN DAN TABI'ET TABI'EN

Qadi `Iyad menyatakan, selepas merujuk kepada 3 hadith yang pertama di atas:

" Inilah apa yang dimaksudkan oleh al-`Abbas ibn `Abd al-Muttalib apabila beliau berkata:

.......Sebelum engkau datang ke dunia ini 
engkau lah yang tebaik disebalik bayang bayangan dan di dalam diri 
semasa mereka menutup diri mereka dengan daun daun 
Kemudian engkau turun melalui masa 
Semasa engkau dilahirkan, dunia menyinar 
dan ufuk dicahayai oleh cahaya mu. 
Kami berjalan in dalam sinaran itu 
dan dalam cahaya dan laluan petunjuk yang benar "
Ali al-Qari dalam 'Sharh al-Shifa'(1:364) mengatakan ia diriwayatkan oleh Abu Bakr al-Shafi`i dan Tabarani, dan
juga disebut oleh Ibn `Abd al-Barr dalam 'al-Isti`ab' dan,
Ibn al-Qayyim dalam 'Huda Nabiyy Allah (s.a.w)'.

Ibn `Abbas berkata ruh Nabi Muhammad s.a.w adalah cahaya dihadapan Allah dua ribu tahun sebelum Dia menjadikan Adam a.s. Bahawa Nur itu memuji Dia dan para malaikat memuji dengan puji-pujian yang Nur itu memuji. Apabila Allah menjadikan Adam, Dia meletakkan Nur itu ke dalam Adam a.s.

Ibn `Abbas menjelaskan taqallubak -- "terjemahan engkau" -- dalam surah (26:218-219) di atas, sebagai " engkau turun melalui diri keturunan engkau."
al-Shifa oleh Qadi `Iyad.

Lain-lain rujukan sila lihat berhubung dengan tafsiran ayat terutamanya perkataan 'taqallubaka' dan 'sajidin' serta 'Lam azal unqal...' pada hadith ke 3 diatas daripada:

Suyuti dalam 'Masaalik al-Hunafa' fi waalidayy al-Mustafa ',
Fakhr al-Din Razi dalam 'Asrar al-Tanzil'(ms 39-40.),
Imam Shahrastani dalam 'al-milal wal-niHal'(ms 64),

Imam Abul Hasan al-Mawardi dalam 'A`lam al-nubuwwa' (ms 67-68) dan,
Abu Ja`far al-Nahhas dalam 'Ma`aani al-Qur'aan'

Allama Shabbir Ahmad Uthmani, Tafsir Uthmani, terj. Muhammad Ashfaq Ahmad (Bombay: Taj Publishers, 1992) Jld. 2, ms. 1657.

Abu Ja`far al-Nahhas dalam 'Ma`aani al-Qur'aan' menyentuh penjelasan Ibn `Abbas dan menambah:

"Betapa baik penjelasan Shams al-Din ibn Nasir al-Din al-Dimashqi apabila beliau berkata:

"Ahmad maju sebagai satu cahaya yang besar yang menyinari pada dahi-dahi mereka yang sujud. Baginda silih berganti di dalam mereka abad ke abad sehingga baginda menjelma sebagai terbaik dari para utusan."

Sebagai satu pendirian bahawa Rasullullah s.a.w adalah bashar atau ‘manusia’, tiada kesangsian disini, kerana ia adalah Al-Quran dan Aqidah. Pun bagitu Al-Quran tidak cuma menjelaskan bahawa baginda adalah cuma seorang manusia, padahal lebih dari itu. Sebagai al-Busayri nukilkan dalamQasida al-Burda :

Muhammad adalah seorang manusia, 
tetapi tidak seperti kemanusiaan 
Baginda adalah permata, 
sementara manusia adalah batu.

Walaupun Rasullullah s.a.w adalah cahaya dari Allah s.w.t, baginda adalah cahaya yang dijadikan. Baginda tidak harus disamakan dengan bagaimana Kristian melihat 'Jesus' atau Hindu dengan Avatar mereka. Mungkin itulah antara sebab Allah mengantikannya dengan Islam yang tulin kembali.

Penambahan seperti Nur Allah tidak seharusnya difahamkan sebagai sifat kepada Allah akan tetapi ia adalah satu contoh idafa tashrif seperti Baitullah bagi Kaabah di Mekah. Ia adalah satu sandaran pengiktirafan kemuliaan terhadap sesuatu itu DARI Allah dan bukan TERHADAP Allah. 

Pendirian ini adalah tidak keterlaluan dan tidak pula bertentangan kerana istilah seperti ini juga digunakan dalam Al-Quran, yang antara lainnya ialah seperti unta betina kaum Thamud yang dikenali dalam Al-Quran sebagai Naqat Allah. Nur Allah tidak seharusnya dilihat seperti Baitullah itu sebagai tempat tinggal Allah ataupun Naqat Allah adalah unta betina tunggangan Allah, nauzubillah.

Sebaliknya jika ada golongan yang cuba membolak balikkan kedudukan ini, maka pendirian mereka adalah keterlaluan dan jelas dari segi pemahaman, kematangan, tujuan dan motif.

4. RUMUSAN

Ketara pada penjelasan di atas, ulama-ulama tafsir dan hadith(hafiz) pada genarasi sahabat, tabien, tabiet-tabien atau lebih dikenali sebagai Salaf as-salihin dan kemudiannya generasi Khalaf as-sadiqin, telah masak dengan "Awaluddin Makrifatullah' masing-masing sebelum diiktiraf sebagai ulama' dalam bidang-bidang tersendiri. Justeru mempunyai asas yang kukuh untuk mempersoalkan aspek-aspek tasawwuf.

Agak menghairankan ada golongan yang boleh mempersoalkan perkara ini tanpa mempunyai asas langsung dalam bidang tasawwuf tetapi sebaliknya cuma mempunyai asas fekah sahaja. Adakah cuma untuk memperkatakan kepada AWAM apa yang mereka tidak tahu itu adalah suatu perkara yang tiada ataupun salah disisi Islam? Adakah ini usul? Adakah mereka itu ISLAM? Atau cuma satu golongan muslim yang sama-sama meraba-raba mencari ISLAM seperti orang lain juga? Islam dan muslim adalah dua perkara yang berbeza.

'Abdullah b. al-Mubarak (m. 181 H), salah seorang daripada guru-guru Imam al-Bukhari yang masyhur berkata, "Isnad adalah sebahagian daripada ugama, jika tidak kerana isnad, sesiapa saja yang berkehendak boleh perkata apa saja yang mereka suka." (diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Pengenalan kepada Sahih beliau). Ibn Sirin (m. 110H), seorang Tabi'en, berkata, "Mereka tidak akan bertanya berkenaan isnad. 

Apabila fitnah timbul, mereka berkata, "Namakan orang kamu." (Perlunya isnad ialah) Supaya perawian Ahl al-Sunnah diterima sementara mereka dari Ahl al-Bid'ah tidak diterima." Justeru penolakkan sesuatu aspek dalam Islam hendaklah daripada Al-Quran dan hadith, disamping mempunyai rujukan-rujukan yang kukuh mengenainya. (Sahih Muslim, 1:15. Lihat Suhaib Hasan, Kritikan berkenaan hadith di antara muslim dengan merujuk kepada Sunan Ibn Majah [Ta Ha Publishers / Al-Quran Society, London, 1407/1986], ms. 15-17)

Sebaliknya, tuduhan-tuduhan berhubung dengan Nur dan Hakikat Muhammad berkitar pada isu neo-platonism, pathernism dan sepertinya. Tiada rujukan dari nas dan ahadith yang dikemukakan terhadapnya atau sebaliknya. Penolakkan satu sanad tidak bermakna sanad yang lain juga mansuh. 

Rata-rata rujukan terhadap neo-platonism dan pathernism cuma bersumber kepada seorang muslim yang lain yang berpendapat sama dan tidak lebih dari itu. Adakah ini rujukan? Paling dekat setakat yang penulis pernah jumpa adalah rujukan kepada "Encyclopedia of Islam" ed.2; pun bagitu adakah ini rujukan, jika edisi pertamanya pernah diharamkan kerana ia mempunyai gambar "Mohammad the Prophet", yang segak dengan pedang dipinggang.

Ada baiknya, sangkalan terhadap tajuk perbincangan di rujuk kepada penulisan Plato atau Aristotal yang authentik dari mengikut " sesiapa saja yang berkehendak memperkata apa saja yang mereka suka." 

Sekurang-kurang nya kita yang meraba-raba mencari kebenaran tahu kedudukan yang sebenar dan arah sangkalan atau arah rujukan dan arah keugamaan yang di anut oleh sesuatu pihak itu. Atau mungkin kita boleh bersetuju dengan pihak berkenaan bukan kerana mereka adalah benar tetapi di atas asas As-Shafie pernah berkata, "Apa yang luaran, yang bertentangan dengan Islam adalah kufar dan yang bersamaan dengan Islam adalah kufar."

Pun bagitu, penolakkan ini masih bukan sesuatu yang berasaskan Al-Quran dan hadith. Adakah ia harus diterima walaupun sebaliknya ada mempunyai asas Al-Quran dan hadith? Sebaiknya untuk menidakkan kedudukan yang dibentangkan di atas ialah:

1. Menunjukkan kesilapan pada rujukan-rujukan di atas. 
2. Menampakkan kelemahan pada rujukan-rujukan di atas. 
3. Membuktikan tafsir ayat dan sanad hadith di atas adalah lemah. 
4. Memberi tafsir lebih kukuh pada nas-nas yang sama. 
5. Memberi nas-nas yang menidakkan pendirian ini dengan tafsirnya sekali 
6. Memberi rujukan hadith serta sanad yang lebih kukuh.

Siapa saja yang sayang akan ugama dan dirinya akan akur, begitu juga penulis yang jahil berhubung dengan ugama dan bertaqlid kepada yang lebih arif sebagai rujukan. Seandainya kejahilan penulis di lambakkan dengan rujukan yang lebih jahil dari itu, semetinya penulis akan menjadi lebih sombong untuk menidakkan apa yang dikemukakan. Inilah yang cuba dikikis oleh kesufian dan tasawwuf.

Sesungguhnya nafsu adalah musuh golongan sufi yang paling di hormati.

Friday 20 December 2013

Segala ilmu TAUHID, FEQAH dan TASAWUF..wujudkah AKHLAQ yang BAIK???

Memang ramai yang hafal HADIS ini...tetapi bukan setakat HAFAL sahaja...yang PENTING...daripada IMAN / Tauhid...Islam / Feqah..dan IHSAN / Tasawuf...mestilah menghasilkan AKHLAQ yang baik...seperti LINK di bawah ini...Nabi berSABDA : 

Sesungguhnya AKU dibangkitkan / di UTUSKAN...hanya lah untuk SEMPURNAKAN akhlak yang MULIA...



Oleh. M Nurdin Juned

Wakil Ketua PMW Sumatera Selatan



Abul Aíla Al, Maududi pernah ditanya orang dalam suatu pertemuan besar oleh para orientalis Barat, yang inti pertanyaannya ìSiapakah sebenarnya Rasulullah itu, Rasulnya kaum Muslimin sedunia? Abul Aíla menjawab dengan menjelaskan, bahwa Nabi Muhammad saw itu adalah seorang hamba Allah yang bermoral sangat tinggi dan berakhlak yang sangat mulia. Beliau adalah satu-satunya telah memberikan contoh yang terbaik yang tidak pernah ada sebelumnya dan tidak ada yang lahir bersamanya dan tidak mungkin lahir sesudahnya. 

Keistimewaan dan kehebatannya melebihi semua tokoh besar di dunia, karena kepribadiannya menyatu pada diri beliau dari beberapa sifat dan karekter para Nabi sebelumnya, di antaranya beliau adalah seorang pemberani seperti Nabi Musa as, pemurah seperti Nabi Harun as, penyabar seperti Nabi Ayyub as, tabah seperti Nabi Daud as, pembersih seperti Nabi Sulaiman as, penggembira seperti Nabi Yahya as, dan pengasih seperti Nabi Isa as. (Muhammad Athiyah Al-Asyíari dalam ummatul Rasul hal.99).

Memang, dunia telah mengakui, baik kita sebagai Muslim maupun yang non Muslim, bahwa keberhasilan yang telah diperjuangkan Nabi Muhammad saw sangat sukses dan telah memberikan dampak atau kontribusi yang sangat tinggi dalam pencerahan dan perubahan pada tataran kehidupan umat manusia dan alam ini. Belum ada seorang Nabi, apalagi manusia manusia lainnya, apakah manusia itu disebut jenius, superman, atau pujangga besar, Negarawan besar yang telah berhasil dalam perjuangannya seperti dicapai oleh Nabi Muhammad saw. 

Bahkan ada seorang pengarang orientalis Barat yang ahli Astronomi dari Amerika bernama Michael H. Hart telah melakukan penelitian selama lebih kurang 20 tahun dalam menyusun tokoh-tokoh dunia yang sangat berpengaruh terhadap perubahan sejarah kemanusiaan. Dari penelitiannya itu hanya 100 orang tokoh kenamaan yang dapat dikatagorikan berpengaruh besar dalam perkembangan sejarah dunia dan kemanusiaanya, dan Nabi Muhammad saw lah yang ditempatkannya pada urutan pertama. 

Nabi Muhammad salah satu tokoh yang sangat berpengaruh di antara sekian miliar manusia yang telah dilahirkan ke muka bumi ini. Nabi Muhammad pula, satu-satunya tokoh sejarah yang mencapai puncak keberhasilan dibidang agama dan keduniaan dengan meletakkan dasar keyakinan manusia kepada penciptanya, serta merubah moral dan akhlak manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang dengan meletakkan dasar martabat kemanusiaan yang bermoral tinggi dan berakhlak mulia pula.

Adapun keberhasilan yang telah dicapainya itu ialah dengan modal utama yaitu sifat keterpujiannya berupa makarimal akhlak dalam setiap tindakan dan perbuatannya karena memang beliau diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sedangkan sikap Rasulullah yang makarimal akhlak itu terdiri dari; Pertama, Rasulullah bersikap istiqamah, yaitu teguh dan kokoh dalam pendirian terutama dalam berakidah atau keyakinan kepada Allah SwT yang maha pencipta alam semesta ini. 

Keteguhan pendirian Rasulullah tidak dapat digoyahkan oleh pengaruh kekuatan apa pun, apakah itu kekuatan keyakinan lain yang banyak dianut oleh manusia di zaman Jahiliyah pada waktu itu, atau pun pengaruh kekuatan materi berupa harta kekayaan, pangkat atau kedudukan. bahkan lebih dari pada itu, seperti yang ditawarkan oleh kelompok Abu jahal dan kroninya, agar beliau berhenti untuk berdakwah. Nabi Muhammad saw dengan tegas menyatakan; Sekalipun sang matahari yang seribu kali lebih besar dari bumi, rembulan yang demikian indahnya, diletakkan di kiri kananku, demi Allah aku akan tetap istiqamah tidak akan dapat menggoyahkan pendirianku apalagi merubahnya. 

Istiqamah Nabi Muhammad saw laksana batu karang di dalam laut yang kokoh dan kuat yang tak tergoyahkan oleh hempasan ombak dan pukulan gelombang yang sebesar apa pun. Kedua; Rasulullah saw bersikap syajaíah yaitu punya keberanian yang tak pernah gentar dalam menghadapi apa pun bentuknya, seperti beliau diintimidasi dan infiltrasi dari orang-orang yang sangat membecinya, bahkan bertempur di medan perang berhadapan satu lawan satu beliau tak pernah mundur. 

Ada suatu kisah nyata yang dihadapi oleh Rasulullah yaitu pada waktu beliau sedang beristrahat datanglah seorang bernama Datísur dengan suara geram dan mata memerah berkata dihadapan Nabi; Siapa yang akan melindungi nyawamu hai Muhammad dari pancungan pedangku ini? Nabi dengan tegas dan tegar menjawab: îAllah!. Dari sikap keberanian dan keyakinan ini, Datísur menjadi kecut dan takut sehingga pedangnya terlepas dan di saat itu pula disambar oleh Nabi kemudian diletakkan dileher Datísur sambil berkata; ìSiapa pula yang melindungi nyawamu hai Datísur? 

Datísur menggigil ketakutan sambil menjawab tidak ada yang menolongku hai Nabi. Dengan akhlakul karimah Nabi lah yang menolong Datísur atas kematian dari tebasan pedang yang ada ditangan Nabi dan Nabi pun memaafkannya. Datísur terharu dan sangat kagum atas sikap Nabi yang mulia itu. Dia menyerah kalah dan merasa berhutang budi besar kepada Nabi Muhammad saw. Dalam peristiwa ini, Nabi Muhammad saw bukan sekedar menang berbaku hantam atau berkelahi, tetapi telah menang pula dalam perjuangan akhlak fisabilillah, karena Datísur segera pula masuk Islam.

Ketiga; Rasulullah saw itu bersikap aljundu, yaitu pemurah atau dermawan. Nabi Muhammad saw telah memberikan apa yang ada pada dirinya demi untuk kepentingan dakwah dan umatnya, baik itu jiwa raganya maupun tenaga dan pikirannya. Kalau beliau kaya harta, tentulah akan diberikannya harta itu sebanyak-banyaknya untuk kepentingan umat. Tetapi yang kaya raya adalah isteri beliau Siti Khadijah yang penuh keikhlasan dan semangat jihadnya mengorbankan harta kekayaannya terhadap dakwah yang diperjuangkan oleh Rasulullah saw. 

Pernah suatu ketika Nabi Muhammad saw memperoleh harta berupa beberapa ekor kambing pemberian dari orang-orang yang bersimpati terhadap perjuangan beliau, namun tidak beberapa lama harta itu telah diberikannya pula kepada orang yang sangat membutuhkannya dan semuanya habis terbagikan dengan penuh keadilan sesuai dengan jumlah yang diterimanya. Dengan bermurah hatinya pula Rasulullah memberikan jubah yang hanya selembar itu kepada putera si munafik besar untuk menutupi jenazah ayahnya Musailamah Al Mukazzab, meskipun selama hidupnya adalah musuh besar Rasulullah saw.

Keempat; Rasulullah itu bersifat assakhaaí yaitu sangat rendah hati. Beliau hidup sebagai mana hidup rakyat jelata dengan merasakan bagaimana pula kehidupan orang yang diderita oleh umatnya disaat itu. Sahabatnya Umar bin Khattab pernah menitikkan air mata dihadapan Rasulullah sambil berkata; ìOh Rasul! Mengapa gerangan sampai begini, bukankan engkau telah menguasai Timur dan Barat! Sahabatnya Umar bin Khattab merasa pilu dan bersedih hati melihat Rasulullah tidur diatas selembar tikar yang sangat kasar terbuat dari pelepah daun korma, sehingga punggung Nabi berbekas lembang-lembang. 

Nabi Muhammad saw langsung menjawab sahabatnya Umar dengan penuh rendah hati, ìWahai Umar aku bukanlah kaisar dari Persi atau Raja dari Romawi, aku adalah hamba Allah sebagai utusannya. Beliau pula dengan kesederhanaan dan kerendahan hatinya, menjahit sepatu terompahnya yang rusak dan menambal bajunya yang koyak yang tak mungkin dikerjakan oleh orang-orang yang merasa besar atau pemimpin di jaman kini. 

Tetapi, demikianlah sang pemimpin dunia ini, sampai dekat menghembuskan nafasnya yang terakhir beliu masih berucap ummati, ummati ummati!, penjelmaan rasa kasih dan sayangnya kepada umat yang akan ditinggalkannya kalau mendapat siksa dari Allah SwT. Sewaktu penaklukan Makkah yang terakhir dimaafkannya segala kesalahan dari perbuatan kejam tiga serangkai musuh bebuyutannya Abulahab, Abujahal, Abu Sofiyan. Bahkan diberinya penghormatan yang tinggi siapa berlindung kerumah Abu Sofyan akan selamat dari orang-orang yang akan menganiaya atau mendlaliminya.

Demikianlah Nabi berjuang dengan senjata makarimal akhlak, yaitu budi pekerti yang mulia, sehingga menawan dan menarik hati umat, yang menjadi sangat simpati dan jatuh mencintai beliau. Akhirnya, mendapat kemenangan yang sangat sukses dalam perjuangannya. Nabi Muhammad sangat istiqamah, karena itu dia berhasil mengajak manusia agar teguh pendirian. Nabi Muhammad itu syajaíah atau sangat berani, oleh karena itu dengan mudah beliau mengajak orang jangan pengecut dan penakut. 

Nabi Muhammad itu al-jundu yaitu sangat pemurah, oleh karena itu dengan mudah mengajak orang untuk tidak pelit atau bakhil. Nabi Muhammad itu assakhaaí yaitu sangat rendah hati, oleh karena itu dengan gampang beliau dapat menarik simpati umat atau rakyatnya. Nabi Muhammad itu sangat jujur, karena itu dengan mudah beliau dapat memberantas penyelewengan dan kepura-puraan atau kepalsuan. Nabi Muhammad itu sangat cinta dan sayang kepada manusia, oleh karena itu beliau sangat disayangi dan dicintai orang pula. 

Sebaliknya, orang tidak teguh pendirian (muzabzab) laksana pimping di atas bukit, bagai eru dipinggir pantai, rebah ke mana angin bertiup, tidak akan dapat menyuruh orang supaya istiqamah. Orang pengecut mustahil dapat menyuruh orang supaya berani. Orang bakhil atau pelit mustahil dapat menyuruh orang agar dermawan. Orang yang tinggi hati, namun rendah budinya tak mungkin dapat menarik hati dan simpati siapa pun yang dihadapinya. 

Orang yang tidak jujur tidaklah dapat diserahi untuk memegang amanat. Telah berkata seorang ahli hikmat Rasyid Mansur; tangan yang kotor tidaklah akan dapat membersihkan barang yang kotor, namun tangan yang bersihlah yang akan dapat membersihkan sesuatu yang kotor.

Oleh kerena itu apabila mau sukses dan berhasil dalam perjuangan, marilah kita dengan sebenar-benarnya mengambil suri teladan kepada Nabi Muhammad saw yang telah menjadikan MAKARIMAL AKHLAK senjatanya beramal dan berjuang, untuk membangun agama, bangsa dan negara kita yang kita cintai ini. Amin….!ïsumber




RUKUN-RUKUN AGAMA (IMAN, ISLAM DAN IHSAN)


Firman Allah Taala, maksudnya: "Sebenarnya orang-orang yang beriman dan beramal salih, sesungguhnya Kami tidak akan menghilangkan pahala orang-orang yang berusaha memperbaiki amalnya." (30, Al-Kahf).

"Bahkan sesiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah (mematuhi perintah-Nya) sedang ia pula berusaha memperbaiki amalnya maka ia akan beroleh pahala disisi Tuhannya .." (112, Al-Baqarah).

"Untuk orang-orang yang berusaha memperbaiki amalnya, dikurniakan segalakebaikan serta satu tambahan yang mulia .." (26, Yunus).
Hadis Ketiga Belas

13- عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَتِهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِي يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنْ السَّائِلُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ. (مسلم)

13 - Dari Umar bin Al Khattab r.a., katanya: Pada suatu hari, dalam masa kami sedang duduk di sisi Rasulullah s.a.w, tiba-tiba muncul kepada kami seoranglelaki: Putih melepak pakaiannya, hitam legam rambutnya, tidak kelihatan padanya tanda-tanda perjalanan (sebagai seorang pengembara), dantidak ada seorang pun dari kami yang mengenalinya; (demikianlah halnya) sehinggalah ia duduk mengadap Nabi s.a.w. lalu ia menemukan kedua lututnya kepada kedua lutut Baginda sambil meletakkan kedua tapak tangannya atas kedua pahanya serta berkata: "Wahai Muhammad! Beritahulah kepada ku tentang (dasar-dasar) Islam(1)?" 

Maka Rasulullah s.a.w. menerangkan: "(Dasar-dasar) Islam itu ialah engkau melafazkan kalimah syahadat (meyakini serta menerangkan kebenaran) bahawa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan bahawa sesungguhnya Nabi Muhammad ialah pesuruh Allah dan engkaumendirikan sembahyang dan memberi zakat serta berpuasa pada bulanRamadan dan juga engkau mengerjakan Haji ke Baitullah jika engkau mampu sampai kepadanya." 

(Mendengarkan penerangan Baginda yang demikian) iaberkata: "Benarlah apa yang tuan katakan itu!" Kata Umar: Maka kami merasa hairan terhadap orang itu - ia bertanya kepada Baginda dan ia jugamengesahkan benarnya (sebagai seorang yang mengetahui perkara yang ditanyakannya itu). Kemudian ia bertanya lagi: "Beritahulah kepada ku tentang iman(2)?" Nabi s.a.w. menerangkan: "(Iman itu ialah) engkauberiman kepada Allah, Malaikat MalaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, serta Hari Akhirat; dan engkau beriman kepada takdir (yang ditentukan oleh Allah) - baiknya dan buruknya." 

(Mendengarkan yang demikian) ia berkata: "Benarlah apa yang tuan katakan itu." Kemudian ia bertanya lagi: "Beritahulah kepada ku tentang ihsan(3)?" Nabi s.a.w. menerangkan: "(Ihsan itu ialah) engkau mengerjakanibadat kepada Allah Taala seolah-olah engkau melihatNya (memerhatikan keadaanmu)(4), kiranya engkau tidak dapat melakukan yang demikian maka ingatlah bahawa Allah Taala tetap memerhatikan keadaan mu." Kemudian orang itu bertanya lagi: "(Selain itu) maka beritahulah kepada ku tentang (masa berlakunya) hari qiamat?" Nabi s.a.w. menjawab: "Orang yang ditanyakan mengenai hal itu bukanlah seorang yang lebih mengetahui dan yang bertanya." 

Orang itu bertanya lagi: "Jika demikian maka beritahulah kepada ku tentang tanda-tanda kedatangan hari qiamat itu?" Nabi s.a.w. menerangkan: "(Tanda-tanda itu ialah engkau akan dapati) adanya hamba perempuan yang melahirkan anak yang menjadi tuannya dan engkau akan melihat orang-orang (penduduk desa) yang berkaki ayam, yang tidak berpakaian sempurna, yang miskin menderita, yang menjadi gembala kambing bermegah-megah dan berlawan-lawan antara satu dengan yang lain dalam perkara membina bangunan-bangunan yang tinggi. " Umar berkata: Kemudian orang itu pun pergilah, maka tinggallah aku beberapa hari (memikirkan halnya dan hendak mengetahui siapa dia).

Kemudian Rasulullah s.a.w. bertanya kepadaku, sabdanya: "Wahai Umar! Tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu?" Aku menjawab: "Allah dan RasulNya jualah yang mengetahui. "

(Pada saat itu) Rasulullah s.a.w. menerangkan: "Orang itu ialah Jibril, iadatang untuk mengajar kamu akan agama kamu."

(Muslim)

________________________________

(1) "Islam" di sini ialah dengan pengertian yang kedua yang telah diterangkan pada bab yang ketiga.

(2) "Iman" bererti: 

Pertama - Percayakan benarnya sesuatu yang tertentu serta sanggup mematuhi apa yang dikehendaki oleh kepercayaan itu. 
Kedua - Segala jenis amalan taat - hasil dari kepercayaan dan kesanggupan itu. 
Ketiga - Perkara-perkara yang diimankan itu; dan iman dengan erti inilah yang dikehendaki di sini.

(3) "Ihsan" di sini maksudnya: Cara mengerjakan sesuatu taat - terutama amalibadat - dengan sebaik-baiknya, lengkap segala peraturannya serta denganikhlas kepada Allah Taala.

(4) Yakni hendaklah engkau lakukan amal ibadat atau taatmu kepada Allah s.w.t. dengan keadaan seolah-olah engkau nampak Ia melihat dan memerhatikanzahir batinmu. kiranya engkau tidak dapat mencapai keadaan itu maka hadirkanlah keyakinanmu bahawa Allah Taala tetap melihat dan memerhatikan mu kerana sesungguhnya Ia sentiasa melihat dan memerhatikan segala keadaanmu.

Hadis yang ketiga belas ini menerangkan:

(1) Ada kalanya Malaikat pembawa Wahyu - Menyamar diri sebagai seorang manusia.

(2) Iman, Islam dan Ihsan.

(3) Tanda-tanda kedatangan Qiamat.

Huraiannya:
Pertama - Malaikat Jibril (a.s) ada kalanya menyamar sebagai seorang manusia:

Pada suatu hari, sedang Rasulullah s.a.w dihadapi oleh sahabat-sahabatnya, tiba-tiba datanglah seorang lelaki seperti yang diterangkan dalam hadis ini, lalu bertanya tentang perkara-perkara agama. Apabila Baginda menjawab pertanyaannya, ia segera mengesahkan benarnya. Ini menjadikan sahabat-sahabat Baginda hairan memikirkan halnya, dia bertanya dan dia pula mengesahkankebenaran jawapan Baginda.

Kehairanan sahabat-sahabat Nabi itu hilang apabila Baginda sendiri menerangkan pada akhirnya bahawa yang bertanya itu ialah Malaikat Jibril (as.).

Soal Wahyu:

Wahyu adalah satu perkara pokok yang menjadi dasar bagi segala perkaraagama. Orang yang tidak mempercayai wahyu, sudah tentutidak ada kepercayaannya kepada Rasul-rasul utusan Allah, Kitab-kitabNya dan lain-lain lagi yang berhubung dengan iman. Ada orang yang percaya, bahawa junjungan kita Muhammad s.a.w. seorang pemimpin yang bijak. Jika setakat itu sahaja kepercayaannya terhadap Baginda maka itu belum cukup, selagi dia tidakmempercayai bahawa kebijaksanaan Baginda itu - selain daripada sifat semula jadinya yang istimewa, Baginda pula mendapat wahyu dan pimpinan dan AllahAzza wa Jalla. 
Kedua - Iman, Islam dan Ihsan berkaitan satu sama lain:

Di antara perkara-perkara yang ditanyakan kepada Rasulullah s.a.w. ialah soal Iman, Islam dan Ihsan, lalu dijawab oleh Baginda satu persatu. Walau pun pertanyaan itu dibuat satu-satu dengan berasingan, tetapi ketiga-tiganya merupakan satu hakikat jua, iaitu "Agama". Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah s.a.w. pada akhir hadis ini bahawa yang bertanya itu ialah Malaikat Jibril, datangnya untuk mengajar mereka akan "Agama" mereka.

Jelasnya, "Agama" itu jika dipandang dan segi amalan-amalan zahir disebut dengan nama "Islam"; jika dipandangi dari segi kepercayaan dan keyakinan hati disebut dengan nama "Iman"; dan jika dipandang dan segi kesempurnaancara pelaksanaan dua perkara itu disebut dengan nama "Ihsan".

Tiga perkara yang dipandang dari segi-segi yang berlainan itu tidak harus berpisah antara satu dengan yang lain.

"Agama" itu adalah ibarat sebatang pohon, - Akar umbinya serta usul asalnya bahkan benihnya ialah "Iman"; dan seluruh pohon itu meliputi batangnya, dahannya, rantingnya, daunnya, bunganya dan buahnya ialah "Islam"; manakala kesuburannya, keharumannya, kemanisannya dan seluruh keindahannya ialah "Ihsan".

Dengan huraian ini nyatalah salahnya orang yang menganggap bahawa Iman, Islam dan Ihsan boleh berasingan antara satu dengan yang lain; dan lebih-lebih lagi salahnya orang yang menganggap bahawa Ihsan itu boleh ada atau dapat dilaksanakan dengan ketiadaan Iman dan Islam, kerana ihsan itu ialah sifat bagi keduanya dan sememang maklum bahawa "Sifat" tidak boleh ada denganketiadaan "Mausuf" (perkara yang disifatkan).

Islam dan Asasnya yang lima:

Sebagaimana yang telah diterangkan bahawa salah satu dan pengertian "Islam" itu ialah hukum-hukum dan keterangan-keterangan yang dibawa oleh NabiMuhammad s.a.w. dan Allah `Azza wa Jalla.

Hukum-hukum dan peraturan yang tersebut, yang terdiri dari suruh dan tegah, meliputi segala bidang hidup umat manusia.

Islam yang demikian sifatnya, berasaskan lima perkara - sebagaimana yang diterangkan oleh Baginda dalam hadis mi.

Dari lima asas inilah terbit dan kembali kepadanya segala hukum dalam setiap keadaan umat manusia - dalam alam kehidupan ini.

Asas-asas Islam yang lima itu ialah:
Pertama - Mengakui kebenaran tiap-tiap perkara yang benar dan melafazkan "Kalimah At-Taqwa":

Di antara syarat-syarat bagi mencapai keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat ialah menghormati kebenaran setiap perkara yang benar, denganjalan mengakui dan mengamalkannya. Ini dengan sendirinya mewajibkan menolakkesalahan tiap-tiap perkara yang salah.

Oleh kerana sebenar-benar perkara yang benar ialah keesaan Allah TaalaTuhan yang wajib Al-Wujud dan kerasulan Nabi Muhammad s.a.w., maka mengucap dua kalimah syahadat: 

أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله

- Yang ertinya: "Aku meyakini serta menerangkan kebenaran, bahawa sesungguhnya tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan bahawa sesungguhnya Nabi Muhammad ialah pesuruh Allah" adalah menjadi asas atau "Rukun Islam" yang pertama bahkan menjadi anak kunci bagi seseorang masuk Islam.

Tiap-tiap orang Islam dituntut melafazkan "Kalimah Al-Taqwa" dalam kehidupan sehari-hari.

"Kalimah Al-Taqwa" itu ialah tiap-tiap tutur kata yang memelihara danmenyelamatkan seseorang dan tiap-tiap perkara yang membahayakannya serta mendatangkan manfaat dan kebahagiaan, sama ada di dunia mahu pun di akhirat dan semulia-mulia "Kalimah At-Taqwa" itu ialah:

لا إِلَهَ إِلا الله مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله

Kedua - Menggunakan segala anggota berusaha dan mengerjakan dengan cara yang teratur akan amal-amal bakti sama ada yang diwajibkan atau yang digalakkan untuk diri dan masyarakat, bagi mengenang budi dan mensyukuri nikmat-nikmat, dengan harapan mencapai kebaikan dan menjauhkan perkara-perkara yang merosakkan, serta dengan sepenuh-penuh kesedaran mengingati Allah dan berdoa kepadaNva memohon taufik dan hidayah-Nya ke jalan yang diredhai-Nya.

Semuanya itu terdapat dalam "Sembahyang", dan dengan ini nyatalah hikmatnya sembahyang itu menjadi asas atau "Rukun Islam" yang kedua, dan dengan ini juga nyatalah tepatnya sabda Nabi s.a.w. yang maksudnya: "Sembahyang itutiang agama, sesiapa yang meninggalkannya maka sesungguhnya ia telah meruntuhkan agama."

(Untuk penjelasan yang lebih lanjut mengenai sembahyang, lihatlah lampiran "B", pada akhir bab ini).
Ketiga - Berkorban dengan Harta Benda:

Harta benda adalah merupakan asas bagi segala urusan hidup dalam dunia ini. Oleh itu maka sebahagian besar dan daya usaha manusia dicurahkan untuk mencari dan memiliki harta benda dan kekayaan. Tetapi bukan semuanya berhasil mencapai kesenangan dan kemewahan itu dengan sepenuhnya, bahkan bukansedikit - dari setiap bangsa di dunia ini - yang hidup miskin dan menderita.

Dengan yang demikian, maka membelanjakan harta benda untuk menolong orang-orang yang fakir miskin dan yang memerlukan bantuan, dan juga untuk kebajikan Islam - sebagaimana yang terdapat dalam amalan "Zakat" - adalah menjadi satu cara hidup yang aman makmur

Oleh itu, maka nyatalah hikmatnya kewajipan mengeluarkan zakat itu menjadi salah satu dari asas atau "Rukun Islam".
Keempat - Membendung kemahuan hawa nafsu: 

Sebahagian besar dari kejadian kacau bilau yang berlaku dalam sesebuah masyarakat adalah akibat dari runtunan hawa nafsu yang buas liar danmelampaui batas, sehingga ada yang melupai kehormatan din dan rumahtangga,mencuaikan tugas dan kewajipan, mengkhianati amanah dan berbagai-bagai perkara jenayah lagi.

Oleh itu, maka kewajipan menyekat hawa nafsu dan menentang runtunan liarnya, serta melarih diri mengingati pengawasan Allah Taala akan segala yang zahir dan yang batin - sebagaimana yang terdapat dalam amalan "Puasa" - adalah menjadi satu cara hidup yang aman sentosa. 

Dengan yang demikian, maka nyatalah hikmatnya ibadat puasa itu menjadi salah satu dari asas atau "Rukun Islam".
Kelima - Menghadiri tempat-tempat perhimpunan untuk kebajikan:

Manusia tidak seharusnya memencilkan atau mengasingkan dirinya dari sebarang perhubungan dengan sesama manusia.

Banyak perkara yang bersangkut paut dengan hidupnya, dengan agamanya, dengan pentadbiran negara dan masyarakatnya tak dapat diselesaikan melainkan dengan jalan perjumpaan dan perundingan, lebih-lebih lagi melalui persidangan antarabangsa.

Oleh itu, bagi mencapai kejayaan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, maka menghadiri tempat-tempat perhimpunan untuk kebajikan sekadar yang mampu, bagi melahirkan sikap memperhambakan diri kepada Allah `Azza wa Jalla, danbersyukur akan nikmat-nikmatNya, serta melaksanakan dasar bersatu padu dan bersefahaman antara sesama umat Islam dan juga untuk mendapat berbagai-bagaifaedah dan manfaat dari segi rohani, akhlak, kemasyarakatan dan ekonomi - sebagaimana yang terdapat dalam "Ibadat Haji" - adalah menjadi satu cara hidup yang aman damai dan bahagia.

Dengan yang demikian, maka nyatalah hikmatnya ibadat haji itu menjadi salah satu dari asas atau "Rukun Islam".

Iman dan Asasnya yang enam:

Sebagaimana yang diketahui bahawa Islam yang diterangkan dalam hadis ini bererti: "Mematuhi apa yang disampaikan oleh Rasulullah s.a.w maka sudah tentu Islam yang bererti: "Kepatuhan yang sebenar-benarnya tidak akan wujud dengan ketiadaan iman atau kepercayaan yang tertentu, kerana: Islam itu adalah ibarat "Pokok", manakala iman pula adalah ibarat !`Benih"; Dan bahawa sebarang gerak-geri yang disengajakan oleh manusia adalah timbulnya dan sesuatu kepercayaan yang tertentu.

Dengan yang demikian, maka salah satu di antara rukun-rukun agama ialah iman atau kepercayaan, yang berasaskan enam perkara.
Wujudnya Allah Pencipta Seluruh Alam: 

Sebagaimana yang sedia maklum, manusia yang waras akal fikirannya memang sedar bahawa wujudnya adalah diciptakan oleh Allah Maha Pencipta dan sebagaimana Ia sedar bahawa segala keadaan dan perjalanan dirinya tertakluk kepada undang-undang dan peraturan yang ditetapkan oleh Maha Pencipta itu, ia juga sedar bahawa dirinya tersusun dan jisim dan roh. 

Undang-undang dan peraturan yang disedarinya menguasai keadaan dan perjalanan dirinya itu hanyalah untuk keselamatan jisimnya apabila ia mematuhinya dengan sempurna, maka sudah tentu bagi rohnya pula wajiblah ia mematuhi dengan sempurna akan undang-undang dan peraturan yang dikhaskan oleh Maha Pencipta untuk keselamatan roh. 

Dengan yang demikian, ia sudah tentu mempercayai adanya Maha Pencipta - iaitu Allah Taala - yang menciptakan diri manusia dan menciptakan undang-undang serta peraturan jasmani dan rohaninya
Adanya Malaikat:

Undang-undang dan ilmu-ilmu jasmani boleh dicari dan dikaji oleh manusia, tetapi undang-undang dan peraturan rohani iaitu "Hukum-hukum Syarak" tidak akan dapat diketahui melainkan dengan jalan diterima dari Allah Taala dengan perantaraan Malaikat Wahyu, kerana menurut keadaan semula jadinya, manusia tidak dapat menerima hukum secara langsung dari Allah S.W.T. kecuali Rasul-rasul pilihan, itupun pada keadaan yang tertentu.
Adanya Kitab-kitab Allah: 

Hukum-hukum dan peraturan yang disampaikan oleh Malaikat Wahyu itu ditulis sebagai sebuah kitab untuk dibaca dan dipelajari serta diamalkan oleh umat manusia.
Adanya Rasul-rasul Allah: 

Sememang maklum bahawa undang-undang dan peraturan-peraturan itu tidak dapat difahami sebagaimana yang semestinya oleh kebanyakan manusia, maka Allah Taala yang Amat Bijaksana telah memilih orang yang diketahuiNya layak menjadi penyampai dan pensyarah yang menerangkan undang-undang itu satu persatu dan pensyarah itu ialah Rasul-rasulNya.
Adanya Alam Akhirat: 

Sesuatu undang-undang atau perlembagaan tidak akan ada nilainya kalaulah tidak dihormati dan dipatuhi.

Kebanyakan manusia tidak menghormati sesuatu undang-undang atau perlembagaan melainkan setelah mengetahui balasan baik bagi orang yang menghormati dan mematuhinya dan balasan buruk bagi orang yang mencabuli dan mencuaikannya.

Oleh sebab hidup manusia dalam alam dunia ini adalah untuk sementarawaktu sahaja maka balasan yang sepenuh-penuh kesempurnaannya dan seadil-adil keadaannya tentulah tidak difikir layak diberikan seseorang menerimanya dalam alam sementara ini, bahkan bagi melayakkan yang tersebut, diakui benar adanya satu alam yang berpanjangan lagi kekal iaitulah "Alam Akhirat" - Alam yang bermula dan masa berakhir hidup manusia dalam alam dunia ini. 

Tambahan pula manusia dijadikan Allah tersusun dari jisim dan roh yang tidak akan habis atau binasa dengan berakhirnya alam dunia ini sekalipun jisimnya menjadi debu atau abu, bahkan roh itu tetap wujudnya berpindah dari satu keadaan ke satu keadaan hingga bercantum dengan tubuhnya yang dibangkitkan hidup semula untuk masa yang kekal itu.
Adanya Qadar dan Taqdir Allah:

Dari huraian-huraian yang tersebut, nyatalah bahawa Allah S.W.T. ialah pencipta seluruh alam meliputi manusia dan makhluk-makhluk yang lain dan Dialah yang menyusun, mengatur dan menentukan hukum-hukum, undang-undang dan peraturan, bagi segala keadaan makhluk seluruhnya, sama adayang baik atau yang buruk. 

Maka susunan dan penentuan ada nya dan berlakunya baik dan buruk itu ialah "Qadar Taqdir" tuhan yang azali, yang menjadi "Rukun Iman" yang akhir.

Ihsan dan Peringkat-peringkatnya:

Sebagaimana yang sedia diketahui bahawa "Ihsan" ialah cara mengerjakan sesuatu taat dengan sebaik-baiknya, lengkap segala peraturannya, serta denganikhlas kepada Allah Taala, iaitu bersih dari syirik dan sikap munafik sertabersih dan perasaan riak, ujub dan lain-lainnya.

Yang demikian ini ialah hakikat Ihsan yang menjadi salah satu dari "Rukun-rukun Agama" yang tiga, yang dengan ketiadaannya maka yang dua lagi - Iman atau Islam - tidak diterima, kerana taat yang dikerjakan dengan ketiadaan Ihsan adalah ibarat patung yang tidak bernyawa.

Ini ialah peringkat Ihsan yang pertama, yang mesti diusahakan oleh tiap-tiap seorang.

Selain dari itu, ada dua peringkat lagi iaitu yang diterangkan oleh Rasulullah s.a.w. dalam hadis ini.
Tanda-tanda kedatangan hari Qiamat:

Oleh kerana hikmatnya Allah Taala menjadikan jin dan manusia serta makhluk-makhluk yang lain ialah untuk masing-masing membuktikan taat setianya dan penghormatannya dengan mengerjakan amal ibadat kepadaNya, maka untuk membicarakan dan membalas ketaatan dan kederhakaan tiap-tiap makhluk, sudah tentu adanya satu masa yang ditetapkan untuk tujuan yang demikian, iaitu "Hari Qiamat".

Oleh sebab itulah si penanya bertanya kepada Baginda tentang waktu kedatangan hari Qiamat itu, akan tetapi oleh kerana soal waktu kedatangan hari Qiamat itu adalah satu dari lima perkara yang pengetahuannya tertentu bagi Allah jua, maka Rasulullah s.a.w. menjawab dengan sabdanya yang bermaksud: "Orang yang ditanyakan soal itu samalah sahaja dengan orang yang bertanya, tetapi aku akan menerangkan tanda-anda kedatangannya", lalu Baginda menerangkan seperti yang tersebut dalam hadis ini.

Selain dari yang diterangkan dalam hadis ini, ada didapati dalam kitab-kitab hadis yang lain banyak lagi tanda-tanda tentang hampirnya kedatangan hari Qiamat, di antaranya:

Pertama - Apabila susut dan kurang ilmu pengetahuan agama dengan kematian seseorang alim yang ahli dalam sesuatu cawangan ilmu yang tertentu dan tidak dapat diganti

Kedua - Apabila merebaknya kejahilan mengenai ilmu agama dengan sebab kurangnya orang-orang yang suka mempelajarinya.

Ketiga - Apabila diserahkan sesuatu urusan agama seperti jawatan ketua negara,mufti, kadhi dan sebagainya, untuk dikendalikan oleh orang yang bukan ahlinya.

Keempat - Apabila sesuatu masyarakat dipimpin oleh seseorang ketua yangfasik yang suka menggalakkan maksiat dan perbuatan yang durjana.

Kelima - Apabila orang yang benar dikatakan pendusta, pendusta dikatakanorang yang benar; orang yang khianat disifatkan amanah, orang yangamanah dikatakan khianat; orang yang adil disifatkan zalim, orang yangzalim disifatkan adil dan orang-orang yang jahil berpengaruh danbermaharajalela dengan berlagak pandai dalam ilmu agama sehinggaorang alim terpaksa mendiamkan diri (setelah tugasnya tidak lagi dihargai).

Keenam - Apabila arak menjadi adat diminum berterang-terang di sana sini, dengan digalakkan pula oleh pemimpin-pemimpin dan ketua. 

Ketujuh - Apabila perbuatan lucah dan cabul dilakukan dengan berterang-terang di merata-rata tempat dengan tidak mendapat sebarang teguran keranakelemahan iman, sehingga kalaulah ada yang menegur maka orang yangmenegur itu boleh dikatakan imannya pada masa itu sekuat iman Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar pada zaman sahabat-sahabat Nabi s.a.w.
Lampiran (B):
Soal Sembahyang:

Mengenai sembahyang, Sayidina Umar r.a., berkata - Sebagaimana yang tersebut dalam kitab Al-Muwatta': Sesiapa memelihara sembahyang dantetap mengerjakannya, bererti ia memelihara agamanya dan sebaliknya sesiapa yang mensia-siakannya maka ia lebih-lebih lagi akan mensia-siakan kewajipan-kewajipan agama yang lain".

Sebenarnya sembahyang itu tiang agama dan semulia-mulia asas Islam yang lima sesudah Dua Kalimah Syahadat. 

Kedudukan sembahyang dalam agama menyamai kedudukan kepala pada tubuh badan; oleh itu, sebagaimana seseorang yang tidak berkepala tidak akan hidup, maka demikian juga tidak ada agama bagi orang yang tidak mengerjakan sembahyang.

Dalam kitab At-Tanwir, Sidi Ahmad bin Ata'illah berkata: Sembahyang amatlahbesar kemuliaannya dan keadaannya di sisi Allah amatlah berat; dan kerana itulahAllah Taala berfirman, maksudnya; "Sesungguhnya sembahyang itu mencegahperbuatan yang keji dan mungkar" dan Rasulullah s.a.w. pula ketika ditanyakan tentang amal yang semulia-mulianya, Baginda menjawab, maksudnya: "(Semulia-mulia amal) ialah sembahyang yang dikerjakan pada waktunya".

Baginda juga bersabda maksudnya: "Orang yang mengerjakan sembahyang adalah ia bermunajat (mengadap dan merayu) kepada Tuhannya."

Dan sabdanya lagi, maksudnya: "Sehampir-hampir seseorang hamba itu kepada Tuhannya ialah semasa ia sujud."

Sebagaimana yang dapat disaksikan, bahawa dalam sembahyang terhimpun berbagai-bagai jenis ibadat yang tidak ada pada lainnya. Di antara ibadat-ibadat yang terhimpun dalam sembahyang ialah: Bersuci, berdiam diri, mengadapkiblat, membaca doa iftitah, membaca Al-Qur'an, berdiri rukuk, sujud, bertasbih dalam rukuk dan sujud, berdoa dalam sujud dan lain-lainnya, yang merupakan himpunan ibadat yang berbilang-bilang; kerana zikir sahaja adalah ibadat dan bacaan Al-Qur'an sahaja adalah ibadat; demikian juga halnya Tasbih,doa, rukuk dan sujud; tiap-tiap satunya adalah menjadi ibadat. " Demikian kata Ibnu 'Ata'illah dalam "At-Tanwir."

Perintah-perintah mengenai sembahyang, memeliharanya dan keadaannya menjadisifat dan syi'ar orang-orang yang beriman, banyak sekali diterangkan di dalam Al-Qur'an al-Karim. Di antaranya firman Allah Taala, maksudnya:

"Peliharalah kamu (kerjakanlah dengan tetap dan sempurna pada waktunya) segala sembah yang fardu, khasnya sembahyang Wusta (sembahyang Asar), dan berdirilah kerana Allah (dalam sembah yang kamu) dengan taat dan khusyuk. " (238, Al-Baqarah).

"Hendaklah kamu sentiasa rujuk kembali kepada Allah (dengan mengerjakan amal-amal bakti) serta bertaqwalah kamu kepadaNya dan kerjakanlah sembahyang dengan betul sempurna dan janganlah kamu menjadi dari mana-managolongan orang musyrik." (33, Ar-Rum).

"Sesungguhnya berjayalah orang-orang yang beriman, iaitu mereka yang khusyuk dalam sembahyangnya. " (1-2, Al-Mu'minun).

"Sesungguhnya sembahyang itu mencegah dari perbuatan yang keji danmungkar dan sesungguhnya mengingati Allah adalah lebih besar (faedahnya dan kesannya) ..." (45, Al-'Ankabut).

"Sesungguhnya sembahyang itu adalah satu ketetapan yang diwajibkan atasorang-orang yang beriman, yang tertentu waktunya." (103, An-Nisa).

Sembahyang yang lima waktu ini yang dikerjakan sehari semalam, tidak bolehsama sekali bagi seseorang yang mengakui dirinya Islam dan menghitung dirinya dalam barisan umat Islam meninggalkan satu waktu pun, dalam segala keadaan, selagi ia masih sempurna akalnya, sekalipun ia sakit tenat. Kalau ia tak dapatberdiri sembahyang kerana uzur, ia boleh sembahyang duduk; jika tidak dapat, ia boleh sembahyang dengan berbaring - dengan mengiring ke sebelah kanan atau ke kiri atau pun dengan terlentang.

Di dalam Al-Qur'an al-Karim diberi amaran mengenai orang-orang yangmencuaikan sembahyang. Tentang ini Allah Taala berfirman, maksudnya:

"Kemudian mereka (yang taat) digantikan oleh keturunan-keturunan yangmencuaikan sembahyang serta menurut hawa nafsu (dengan melakukan maksiat); maka mereka akan menghadapi azab dalam neraka, - "Kecuali orang-orang yangbertaubat dan beriman serta beramal salih .." (59-60, Maryam).

Dalam huraiannya, Ibnu Abbas berkata - seperti yang disebutkan oleh al-Syams al-Zahabi dalam kitabnya al-Kabair: Bahawa "Mencuaikan sembahyang" yang tersebut dalam ayat ini bukan maknanya merekameninggalkan sembahyang sama sekali, tetapi maksudnya mereka mentakhirkan (melengahkan) sembahyang sehingga keluar waktunya.

Hal ini dijelaskan oleh Said bin Al-Musayib, dengan menyatakan bahawa maksudnya: Orang itu tidak sembahyang Zuhur melainkan setelahmasuk waktu Asar, (dan seterusnya tentang waktu-waktu yang lain). Maka sesiapa yang mati dalam keadaan yang demikian dan ia tidak bertaubat, makabalasan yang ditetapkan baginya ialah azab seksa di dalam neraka.

Firman Allah lagi, maksudnya: "Maka kecelakaan besar bagi orang-orangahli sembahyang yang keadaan mereka lalai daripadamenyempurnakan sembahyangnya" (4-5, Al-Ma'uun).

Yakni yang lalai dari mengerjakannya pada waktunya, lalu dijanjikan kepada mereka dengan balasan yang seburuk-buruknya di dalam neraka, kecuali orang yang bersifat demikian segera bertaubat dan menyesal terhadap perbuatannya itu.

Dan firmannya lagi, maksudnya: "Wahai orang-Orang yang beriman! Janganlah kamu dilalaikan oleh (urusan) harta benda kamu dan anak pinak kamu daripadamengingati Allah (dengan menjalankan perintahnya). Dan (ingatlah!) sesiapa yang melakukan demikian, maka mereka itulah orang yang rugi. " (9, Al-Munafiqun).

Menurut sebahagian dan ahli tafsir, "Mengingati Allah" (zikir Allah) di sini ialah "Sembahyang yang lima waktu"; maka sesiapa yang mencuaikannya kerana dilalaikan oleh harta bendanya, anak pinaknya dan segala urusan hidupnya, menjadilah ia dan orang-orang yang rugi serugi-ruginya.

Di dalam hadis-hadis pula ada diterangkan tentang setakat mana beratnyakewajipan sembahyang itu. Di antaranya Baginda bersabda, maksudnya: "Jaminan berbaik-baik di antara kita dengan mereka yang mendakwa dirinya orang Islam ialah mengenakan sembahyang, oleh itu sesiapa yang tidak sembahyang maka sesungguhnya termasuklah ia dalam hukum orang kafir. "

Dan sabdanya lagi, maksudnya: "Perkara yang menghubungkan seseorang dengan kufur ialah meninggalkan sembahyang. "

Dan sabdanya lagi, maksudnya: "Sesiapa yang cuai sehingga ia terlepas dari mengerjakan sembah yang Asar pada waktunya, maka sesungguhnya telah binasalah amalnya."

Dan sabdanya lagi, maksudnya: "Sesiapa yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja, maka sesungguhnya terlepaslah ia dari jaminan Allah menyelamatkannya."

Dan sabdanya lagi, maksudnya: "Sesiapa yang memelihara sembahyang dengan sebaik-baiknya, nescaya sembahyang itu menjadi cahaya baginya dan menjadibukti serta penyelamat baginya pada hari Qiamat; dan sesiapa yang mencuaikannya, maka semuanya itu tidak akan diperolehinya, dan ia akan dihimpunkan pada hari Qiamat bersama-sama dengan Fir'aun, Qarun, Haman dan Ubai bin Khalaf."

Menurut penjelasan setengah ulama, bahawa sebabnya orang yang tersebut dihimpunkan bersama-sama empat orang (jaguh kekufuran) itu ialah: Kerana yang melalaikannya dan menunaikan sembahyang tidak lain melainkan hartanya, atau kerajaannya (jika Ia seorang pemegang teraju pemerintahan), atau jawatannya sebagai menteri, atau pun perniagaannya. 

Kalau hartanya yang melalaikannya maka ia akan dihimpunkan bersama-sama Qarun; kalau kerajaannya yang melalaikannya maka ia akan dihimpunkan bersama-sama Fir'aun; kalau pula jawatannya sebagai menteri yang melalaikannya maka ia akan dihimpunkan bersama-sama Haman (menteri Fir'aun); dan kalau pula perniagaannya yang melalaikannya maka ia akan dihimpunkan bersama-sama Ubai bin Khalaf (saudagar kaum Musyrik Mekah).

Dalam satu hadis lagi, bahawa Sayidina Umar, r.a., berkata: Seseoranglelaki telah datang mengadap Rasulullah s.a.w. lalu bertanya, katanya: "YaRasulullah, apakah satu-satunya amal dalam Islam yang lebih diperkenankan oleh Allah Taala?" Baginda menjawab: "Ialah sembahyang yang dikerjakan pada waktunya, dan sesiapa yang meninggalkan sembahyang maka tidak ada agama baginya, kerana sembahyang itu tiang agama. "

Dalam satu hadis yang lain, Baginda bersabda, maksudnya: "Apabila seseorang mengerjakan sembahyang pada awal waktunya, naiklah sembahyang itu kelangit serta ia bercahaya sehingga ia sampai kepada `Arasy lalu iameminta ampun bagi orang yang mengerjakannya. (Demikianlah hal sembahyang itu) hingga hari Qiamat sambil ia berkata: "Semoga Allah memelihara mu sebagaimana engkau memelihara ku"; dan apabila seseorang mengerjakan sembahyang pada luar waktunya, naiklah sembahyang itu ke langit dengan diselubungi oleh gelap gelita, setelah sampai di langit lalu digulung seperti tergulungnya baju buruk dan dipukulkan ke muka orang yang mengerjakannya sambil sembahyang itu berkata (kepada tuannya): "Semoga Allah mensia-siakan mu sebagaimana engkau mensia-siakan aku"

Orang yang mengerjakan sembahyang dengan tidak sempurna amatlahburuk balasannya:

Dalam satu hadis yang diterangkan bahawa Rasulullah s.a.w. melihat seorang yang tidak menyempurnakan rukuknya dan mematuk (seperti ayam) semasa ia sujud, lalu Baginda bersabda, maksudnya: "Kalau orang itu mati dalam keadaannya yang demikian, nescaya ia mati dengan ketiadaan Islam...."

Dalam satu hadis lagi ada diterangkan, maksudnya: "Seseorang itu tidak akan beroleh pahala dari sembahyangnya melainkan mana-mana yang dikerjakannya dengan penuh kesedaran. Setengah orang yang mengerjakan sembahyang ada kalanya tidak mendapat seperenam dari pahala sembahyangnya dan tidak sepersepuluh." Yakni ia hanya mendapat pahala bagi bahagian sembahyang yang tertentu yang dikerjakannya dengan penuh kesedaran serta khusyuk. Orang yang penuh sedar dan khusyuk di sepanjang-panjang sembahyangnya maka ia beroleh pahala bagi seluruh sembahyangnya itu dan sebaliknya orang yang lalai di sepanjang-panjang sembahyangnya hampalah dia dari mendapat sebarang pahala mengenainya.

Orang mukmin yang menaruh belas kasihan kepada dirinya sendiri dan mencintai agamanya, adalah bertanggungjawab mengambil berat menyuruh dan mengajar ahli rumah dan anak pinaknya supaya mereka tetap memelihara dan mengerjakan sembahyang.

Kewajipan ini ditegaskan oleh Allah Taala di dalam Al-Qur'an al-Karim dengan firmanNya yang bermaksud: 

"Dan perintahkanlah keluarga mu mengeriakan sembahyang dan hendaklah engkau tekun bersabar menunaikannya...." (132, Taha).

Dan firmannya lagi; maksudnya: "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari neraka yang bahan-bahan bakarannya manusia dan batu (berhala) (6, At-Tahrim).

Nabi s.a.w. sendiri setelah ayat ini turun, sentiasa mengambil berat mengingatkan dan mengawasi keluarganya mengenai sembahyang. Bahkan Baginda dan keluarganya apabila menghadapi apa-apa kesukaran, lazimnya Baginda dan keluarganya mengerjakan sembahyang banyak-banyak.

Cara yang demikian ini juga menjadi amalan Nabi-nabi yang telah lalu - (as.).

Kerana tidak syak lagi, sembahyang itu menjadi sebab yang membawa rahmat, murah rezeki dan menolak bala' bencana.